Filosofi Pensil
“Setiap orang membuat kesalahan. Itulah sebabnya, pada setiap
pensil ada penghapusnya” (Pepatah Jepang).
Kali ini saya ingin menceritakan kepada Anda sebuah kisah penuh
hikmah dari sebatang pensil. Dikisahkan, sebuah pensil akan segera dibungkus
dan dijual ke pasar. Oleh pembuatnya, pensil itu dinasihati mengenai tugas yang
akan diembannya. Maka, beberapa wejangan pun diberikan kepada si pensil. Inilah
yang dikatakan oleh si pembuat pensil tersebut kepada pensilnya.
“Wahai pensil, tugasmu yang pertama dan utama adalah membantu
orang sehingga memudahkan mereka menulis. Kamu boleh melakukan fungsi apa pun,
tapi tugas utamamu adalah sebagai alat penulis. Kalau kamu gagal berfungsi
sebagai alat tulis. Macet, rusak, maka tugas utamamu gagal.”
“Kedua, agar dirimu bisa berfungsi dengan sempurna, kamu akan
mengalami proses penajaman. Memang meyakitkan, tapi itulah yang akan membuat
dirimu menjadi berguna dan berfungsi optimal”.
“Ketiga, yang penting bukanlah yang ada di luar dirimu. Yang
penting, yang utama dan yang paling berguna adalah yang ada di dalam dirimu.
Itulah yang membuat dirimu berharga dan berguna bagi manusia”.
“Keempat, kamu tidak bisa berfungsi sendirian. Agar bisa berguna
dan bermanfaat, maka kamu harus membiarkan dirimu bekerja sama dengan manusia
yang menggunakanmu”.
“Kelima. Di saat-saat terakhir, apa yang telah engkau hasilkan
itulah yang menunjukkan seberapa hebatnya dirimu yang sesungguhnya. Bukanlah
pensil utuh yang dianggap berhasil, melainkan pensil-pensil yang telah membantu
menghasilkan karya terbaik, yang berfungsi hingga potongan terpendek. Itulah
yang sebenarnya paling mencapai
tujuanmu dibuat”.
Sejak itulah, pensil-pensil itu pun masuk ke dalam kotaknya,
dibungkus, dikemas, dan dijual ke pasar bagi para manusia yang membutuhkannya.
Pembaca, pensil-pensil ini pun mengingatkan kita mengenai tujuan dan misi kita
berada di dunia ini. Saya pun percaya bahwa bukanlah tanpa sebab kita berada
dan diciptakan ataupun dilahirkan di dunia ini.
Yang jelas, ada sebuah purpose dalam diri kita yang perlu untuk
digenapi dan diselesaikan. Sama seperti pensil itu, begitu pulalah diri kita
yang berada di dunia ini. Apa pun profesinya, saya yakin kesadaran kita
mengenai tujuan dan panggilan hidup kita, akan membuat hidup kita menjadi
semakin bermakna.
Hilang arah
Tidak mengherankan jika Victor Frankl yang memopulerkan
Logoterapi, yang dia sendiri pernah disiksa oleh Nazi, mengemukakan “tujuan
hidup yang jelas, membuat orang punya harapan serta tidak mengakhiri hidupnya”.
Itulah sebabnya, tak mengherankan jika dikatakan bahwa salah satu penyebab
terbesar dari angka bunuh diri adalah kehilangan
arah ataupun tujuan hidup. Maka, dari filosofi pensil di atas
kita belajar mengenai lima hal penting dalam kehidupan.
Pertama, hidup harus punya tujuan yang pasti. Apapun kerja,
profesi atau pun peran yang kita mainkan di dunia ini, kita harus berdaya guna.
Jika tidak, maka sia-sialah tujuan diri kita diciptakan. Celakanya, kita lahir
tanpa sebuah instruksi ataupun buku manual yang menjelaskan untuk apakah kita
hadir di dunia ini. Pencarian akan tujuan dan panggilan kita, menjadi tema
penting selama kita hidup di dunia.
Yang jelas, kehidupan kita dimaknakan untuk menjadi berguna dan
bermanfaat serta positif bagi orang-orang di sekitar kita, minimal untuk
orang-orang terdekat. Jika tidak demikian, maka kita useless. Tidak ada
gunanya. Sama seperti sebatang pensil yang tidak bisa dipakai menulis, maka ia
tidaklah berguna sama sekali.
Kedua, akan terjadi proses penajaman sehingga kita bisa berguna
optimal, oleh karena itulah, sering terjadi kesulitan, hambatan ataupun
tantangan. Semuanya berguna dan bermanfaat sehingga kita selalu belajar darinya
untuk menjadi lebih baik. Ingat kembali soal Lee Iacocca, salah satu eksekutif
yang justru menjadi besar dan terkenal, setelah dia didepak keluar dari mobil
Ford. Pengalaman itu justru menjadi pemacu semangat baginya untuk berhasil di
Chrysler.
Ingat pula, Donald Trump yang sempat diguncang masalah finansial
dan nyaris bangkrut. Namun, kebangkrutannya itulah yang justru menjadi
pelajaran dan motivasi baginya untuk sukses lebih langgeng. Kadang penajaman
itu ’sakit’. Namun, itulah yang justru akan memberikan kesempatan kita
mengeluarkan yang terbaik.
Ketiga, bagian internal diri kitalah yang akan berperan. Saya
sering menyaksikan banyak artis, ataupun bintang film yang terkenal, justru
yang hebat bukanlah karena mereka paling cantik ataupun paling tampan. Tetapi,
kemampuan dalam diri mereka, filosofi serta semangat merekalah yang membuat
mereka menjadi luar biasa.
Demikian pula pada diri kita. Pada akhirnya, apa yang ada di
dalam diri kita seperti karakter, kemampuan, bakat, motivasi, semangat, pola
pikir itulah yang akan lebih berdampak daripada tampilan luar diri kita.
Keempat, pensil pun mengajarkan agar bisa berfungsi sempurna
kita
harus belajar bekerja sama dengan orang lain. Bayangkanlah
seorang aktor atau aktris yang tidak mau diatur sutradaranya. Bayangkan seorang
anak buah yang tidak mau diatur atasannya. Ataupun seorang service provider
yang tidak mau diatur oleh pelanggannya. Mereka semua tidak akan berfungsi
sempurna.
Agar berhasil, kadang kita harus belajar dari pensil untuk ‘tunduk’
dan membiarkan diri kita berubah menjadi alat yang sempurna dengan belajar dan
mendengar dari ahlinya. Itulah sebabnya, kemampuan untuk belajar bekerja sama
dengan orang lain, mendengarkan orang lain, belajar dari ‘guru’ yang lebih tahu
adalah sesuatu yang membuat kita menjadi lebih baik.
Terakhir, pensil pun
mengajarkan kita meninggalkan warisan yang berharga melalui karya-karya yang
kita tinggalkan. Tugas kita bukan kembali dalam kondisi utuh dan sempurna,
melainkan menjadikan diri kita berarti dan berharga. Itulah filosofi ‘memberi
dan melayani’ yang diajarkan oleh Tuhan kita.
Itulah sebabnya Ibu Teresa dari
Calcutta ataupun Albert Schweitzer yang melayani di Afrika lebih mengumpamakan
diri mereka seperti sebatang pensil yang dipakai oleh Tuhan. Yang penting,
hingga pada akhir kehidupan kita ada karya ataupun hasil berharga yang mampu
kita tinggalkan. Tentu saja tidak perlu yang heboh dan spektakuler.
Posted as my facebook notes on October 29, 2011 at 1:14pm
Posted as my facebook notes on October 29, 2011 at 1:14pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar